"Ada beberapa hal yang sebetulnya saya regret pada saat itu, terus terang. Kalau boleh saya tekankan di sini, jadi bikin film anak itu tidak perlu anaknya yang main film, karena ada risiko lain bagi si anak yang bermain film," ujar Triawan saat mengisi sesi diskusi skenario film anak dalam gelaran Akatara di Jakarta.
Risiko bagi sang anak yang bermain film adalah kepopuleran. Menurut Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) itu, tidak semua anak bisa mengatasi kepopuleran. Dia mengatakan, tidak jarang program-program anak di televisi luar negeri diperankan oleh orang-orang dewasa.
"Kalau mau anak sudah umur 13 tahun, sudah punya ambisi untuk menjadi bintang, boleh, tapi kurang dari itu tantangannya terlalu berat," katanya.
Menjadikan anak sebagai bintang utama juga dapat berdampak pada perspektif orang tua dalam mendidik anak. Sebab, menurut Triawan hal itu dapat berdampak pada pengembangan jiwa anak.
"Jangan melupakan dia sebagai seorang anak, kalau dia salah harus dimarahin, ditegur, kalau dia baik dipuji, itu yang harus hati-hati," kata dia.
Triawan mengatakan, orang tua akan cenderung mengikuti kemauan si anak untuk menjaga mood karena telah terikat komitmen dengan pihak ketiga. Hal-hal negatif tesebut yang membuat Triawan pada saat itu menghentikan aktivitas anaknya di dunia hiburan
"Alhamdulillah anak saya Sherina itu saya stop, karena saya melihat potensi yang negatif," ujar Triawan.
Karena itu, waktu Sherina main film dia tak melanjutkannya lagi. "Saya stop saja sudah. Dia baru bikin album setelah 13 tahun. Makanya banyak yang tanya mana sih Sherina, padahal tawaran banyak banget ke saya waktu dia masih kecil," ujar dia.
0 Response to "Alasan Triawan Munaf Menyesal Orbitkan Sherina"
Post a Comment